Tuesday, May 8, 2018

Lucu lucuan, Intrik Politik Pilkades.



Sebelum menulis ini, angan saya melayang di sepuluh tahun yang lampau. Dimana didesaku ada hajatan demokrasi yang hebohnya ngalahkan hajatan demokrasi negeri ini. Geli dan tertawa sendiri mengingat kejadian lampau. Bagaiamana sebuah mekanisme pemilihan pemimpin di tingkat kelurahan dari a to z. Unik, lucu dan juga mencekam. Nah dibagian mencekam ini tentu ada kaitanya dengan nuansa syirik, mistis dan tahyul. Hehe..maklum orang desa, walaupun masjid selalu ramai lima waktu tapi untuk urusan yang beginian, tak ketinggalan menghiasai di setiap hajatan pilkades berlangsung.
Pilkades dimanapun dilaksanakan selalu ada intrik politik ala desa seolah meniru trik trik politik ala pileg atau pilgub bahkan pilpres. Hanya saja skala dan eskalasinya yang berbeda. Yang jelas torehannya selalu tak lepas dari bumbu-bumbu money politics, perdukunan, perselisihan bahkan tak jarang bentrok antar pendukung salah satu kandidat. Oya, juga beking membeking berdalih menjaga keamanan juga tak kalah serunya.
Desaku atau tepatnya dusunku adalah wilayah terluar sebuah kabupaten yaitu letaknya berbatasan langsung dengan kabupaten tetangga. Batas terluar adalah sebuah sungai yang mengalir air jernih, banyak kedung (cekungan tanah di dasar sungai ) yang dalam. Ikan tumbuh berkembang, bahkan udang serta beberapa satwa air lainnya. Tak jarang dulu waktu kecil saya sering mencari udang terus ditaruh dibatu besar yang panas karena sengatan matahari. Kalau udang sudah berubah berwarna merah persis kayak digoreng, maka tandanya udang itu sudah matang. Saya dan beberapa teman kecil dulu langsung menyantap, tanpa perasaan khawatir ada kotoran bahkan bakteri. Nyatanya, kami sehat-sehat aja. Didusunku waktu aku masih kecil merupkan dusun yang menjadi barometer ke Islaman. Karena banyak kiyai dan ulama yang menjadi penyebar islam di dusun sekitar bahkan mencapai radius ditingkat kecamatan. Dusun kami dijaga feodalisme ulama yang sangat kental. Kalau anda melihat sinetron dunia terbalik ada tokoh pak ustadz rw, nah itulah sama persis ‘kebesaran’ mbah kaji (biasa masyarakat) menyebut, sebetulnya mbah kyai haji. Banyak penduduk dusun sekitar yang ‘ngangsu ngilmu’ ke dusun kami. Baik itu belajar kitab kuning sampai belajar kanuragan.Zaman saya masih kecil dulu pernah ada ulama besar yang menjadi lurah dan sekaligus kebangaan di tingkat kabupaten. kecerdasan dan pengetahuannya 'luar dalaml' ditambah gelar kiya haji yang melekat membuat  beliau sangat berwibawa, tidak hanya dimata rakyatnya namun juga pada tataran pejabat di tingkat kabupaten. Namun sayang selepas itu nggak ada yang memiliki kualitas dibawah kelasnya sekalipun.
Kembali ke pilkades. Hajatan politik ini seperti juga hajatan politik yang lain selalu membelah pilihan masyarakat. Antara satu dengan yang lain tentu tidak sama dukung mendukung kandidatnya, Selalu itu. Pada hanjatan ini masyarakat selalu mengambil perannya sendiri-sendiri, ada yang berperan lagaknya politikus kelas kabupaten bahkan tak jarang yang bergaya kelas provinsi. Paling rendah bergaya pengamat politik lengkap dengan statemen dan arahan yang kadang ngawur namun juga kadang benar situasinya. Dalam setiap kesempatan tongkrong baik itu di warung, di gardu bahkan di masjid sekalipun setelah sholat jamaah. Mereka dengan menggebu mengkampanyekan kandidat dukungannya, tak jarang kampanye hitampun menjadi senjata halal. Disisi kandidat dua atau tiga tahun sebelum ajang digelar sudah “tepe tepe” (tebar pesona) kemana mana. Berlagak bantu semen masjidlah, beliin seragam sinomanlah, bantu seragam yassinanlah atau segala perilaku yang intinya agar meraih simpatik dari masyarakat. Tak terbayang berapa kocek harus dirogoh. Belum lagi setiap minggu ada pertemuan tim sukses di sebuah rumah makan yang diundang pulangnya di amplopi duit plus sebungkus rokok.

Yang Kaya Yang Lebih Sering Menang

Dalam pilkades ini terkadang meyisihkan faktor penting kualitas sumber daya manusia. Kandidat yang hanya berpendidikan lulusan es em pe (SMP) saja kadang kadang menang telak karena kekuatan finasial. Namun tak jarang juga ada daerah atau masyarakat tertentu yang tidak tergiur dengan iming iming sejumlah uang, karena memang memikirkan sisi kualitas kandidat. Dulu sebelum handphone dan internet menjadi bagian terpenting dalam dunia komunikasi, perangkat yang paling bergengsi dan memiliki peran penting adalah handy talki (HT). Tak terbayang, kalau tim sukses sudah pegang alat komunikasi itu. Petentang petenteng kemana mana selalu diselipkan di pinggang bergaya ala polisi. Money politics senantiasa menjadi warna dan bumbu manis dalam setiap perhelatan ini. Dimana kemunculan seorang kandidat senantiasa diukur dari seberapa besar kemampuan kandidat memberi bantuan, janji memberi bantuan serta amplop dan isinya. Pernah suatu kali ditahun lampau seorang yang hanya berpendidikan smp, bertabiat tukang judi, suka main perempuan. Tak pernah ‘ngambah’ masjid. Bisa menang telak mengalahkan kandidiat yang berpendidikan perguruan tinggi. Ternyata telisik dari sumber informasi yang berkembang sang kandidat menang dengan menghabiskan dan 500 juta rupiah. Jumlah kala itu adalah jumlah yang fantastis. Karena seseorang dalam mencalonkan diri menjadi caleg saja paling hanya menghabiskan 200 sampai 300 juta. Kenapa tidak mencalonkan diri menjadi caleg saja. Ya, karena dia sadar untuk menjadi caleg setidaknya harus pinter (walau terkadang tidak semua caleg atau anggota legislatif itu pinter). Disinilah ukuran finansial menjadi penting dan bahkan sangat penting untuk urusan menang. Money politics dengan segala triknya justru selalu menjadi ajang rebutan bagi masyarakat. Suatu kali waktu saya masih didesa, malam pencoblosan menjadi sebuah malam yang mencekam. Artinya masing masing individu saling curiga dan menduga duga. Tak jarang saling intip tim sukses mana yang mendatangi untuk memberikan segepok duit. Nah yang uniknya lagi, kuburan menjadi tempat yang paling ramai dijaga. Karena tempat angker ini menjadi ajang transaksional bagi potensi pembelotan dukungan. Seorang tim sukses sambil mengendap-endap dengan membawa segepok amlop beris duit berniat melakukan transaksi pembelian suara bagi pembelot. Karena untuk dilakukan dari rumah ke rumah sangat sulit saking ketatnya penjagaan. Malam pencoblosan merupakan malam pencarian ilham siapa yang bakal menang atau jadi besok pagi. Proses pencarian ilham biasanya dilakukan ditempat terbuka, bisa lapangan, sawah atau tempat lain yang sekiranya kita dapat mengawasi langit menunggu ndaru kewahyon turun kearah mana. Ndaru ini bisa jadi bintang jatuh atau semacam sinar apalah yang intinya kearah mana ia tertuju. Kalau kearah barat berarti pertanda calon yang berasal dari tempat atau dusun paling barat di wilayah kelurahanlah  yang bakal menang dan seterusnya.

Perang di Medsos Ala Tim Sukses Pilkades

Perdebatan di media sosial yang melibatkan tim sukses  pilkades menjadi berita unik dan menarik. Dari cara tim sukses berdebat cenderung saling ejek sangat lucu dan lugu. Misal dari sisi bahasa retorikanya mengalahkan calon legislatif. Kadang sok pinter namun ungkapan bahasanya salah total. Menyebut “provokator” aja dengan “profokator”, menyebut “opsi” aja dengan “obsi” dan masih banyak lagi yang lucu dan unik. Intinya masing masing nilai perdebatan di medsos terutama facebook menjadi sangat menggelikan. Update statuspun selalu hanya seputar dukungan dan penjatuhan. Ada saya lihat status “ ayo bangun, tahajud biar calon kita menang “. Atau “kontak politik sebagai tim sukses wajar dong kalau terima bayaran motor “ hihihi..lucu.
Itulah fenomena unik sering kita jumpai dalam perhelatan pilkades. Belum lagi intrik syirik dan tahayul ketika para calon kandidat mendatangi orang pinter untuk minta berkah. Yang lebih menyedihkan lagi suatu peristiwa umum yang terjadi misal kematian seseorang setelah pilkades karena jago lawan kalah terus berpikiran kena santet dan lain-lain. Yang jelas bahwa demokrasi di lini bawah ini menyedot dana politik yang luar biasa, terkadang hanya sekedar gengsi saja tanpa memperhatikan atau memperhitungkan apakah bisa balik modal. Biasanya ukuran strategis yang diapakai adalah seberapa luas dan subur tanah bengkok yang menjadi bagian sang pemenang. Terkadang terbersit pertanyaan bisa nggak money politics dihilangkan dari ajang ini, kebanyakan menjawab mustahil. Inilah realita, bukankah masyarakat desa lebih banyak meniru pola masyarakat kota. Dalam jawaban singkatpun masyarakat mengartikulasikan money politics ini sebagai bagian yang belum bisa hilang, dengan getol masyarakatpun menyatakan, bukankah para anggota dewan, bupati, gubernur bahkan presidenpun tak lepas dari jerat yang satu ini, entahlah...

1 comment:

  1. JOIN NOW !!!
    Dan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
    Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
    BURUAN DAFTAR!
    dewa-lotto.name
    dewa-lotto.cc
    dewa-lotto.vip

    ReplyDelete

www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com